Punya anak balita yang lagi aktif-aktifnya itu sesuatu. Emaknya baru beres-beres udah diberantakin lagi. Rumah balik lagi kayak kapal pecah. Perabotan dapur juga kadang tak terselamatkan. Panci dijadikan helm, tutupnya sebagai tameng dan spatula jadi pedang.
Tapi yang paling bikin sesemak itu naik darah, saat anaknya disakiti anak lain. Terlebih jika sang anak sampai menangis dan terluka.
Jadi dilema sendiri. Perasaan teriris saat melihat buah hati diserang temannya. Di satu sisi ada dorongan untuk membalaskan dengan melakukan hal yang sama ke anak itu, tapi di sisi lain anak itu pun masih kecil dan seusia dengan anakku. Tidak mungkin juga aku tega melakukan hal itu.
Terlebih lagi pikiran dan tingkah laku anak-anak itu super super unik. Menit ini mereka bertengkar bahkan berkelahi, menit berikutnya sudah bermain lagi seperti tidak ada yang terjadi. Karena kebiasaan itu, aku sebagai ibu harus lebih bisa mengendalikan diri dan emosi ketika si kecil bertengkar dengan temannya.
Jika perkelahian anak kecil diintervensi orang tua, maka saat anak-anak sudah kembali bermain, orang tuanya akan tetap bermusuhan.
- Selalu objektif dalam melihat sebuah kejadian. Sudah dua kali ini si Dede menangis karena dipukul temannya dan ternyata dia yang memicu pertengkaran. Dalam kondisi ini aku menasihatinya untuk tidak mengulangi perbuatannya.
- Mengawasi dengan lebih sigap setiap anak bermain dengan temannya. Bukan membatasi atau ikut campur lebih jauh dalam setiap aktivitasnya, cukup memperhatikan dari jarak jauh dan tetap waspada terlebih jika sudah mulai tampak tanda-tanda percekcokan.
- Mengajarkan anak untuk saling memaafkan. Saat ia disakiti ia harus belajar untuk memaafkan dan sebaliknya, jika ia yang menyakiti, ia harus berani untuk meminta maaf.
- Menegur lawan sang anak. Contohnya hari ini. Dede dipukul dengan pistol mainan oleh A, teman seumurnya. Berawal dari Dede yang merebut mainan C, A membela C dengan langsung memukulkan pistol yang dipegangnya ke kepala Dede hingga memar. Muncur perasaan untuk memukul tangan A tapi urungkan. Aku menasehati A untuk tidak boleh memukul orang lain dengan apapun, terlepas dia mengerti atau tidak.
- Menjalin hubungan baik dengan orang tua temannya. Sebagai orang dewasa yang sudah mengenal EGO, harus lebih bisa menempatkan diri. Apalagi yang berurusan dengan anak-anak. Jika anak kita yang menyakiti temannya, maka seharusnya kira sebagai orang tua mengajarkan kepada anak untuk meminta maaf kepada temannya, sekali pun dihadapan orang tua anak tersebut. Juga sebaliknya, kita juga harus memaafkan anak yang sudah berani meminta maaf meski ada sedikit marah tersisa. Tidak mudah memang melakukannya, tapi menjaga hubungan tetap harmonis adalah perbuatan mulia.
- Melarang anak untuk bermain dengan orang-orang tertentu. Aku akan tegas melarang anak-anak bermain dengan beberapa anak. Bukan karena sentimen, tetapi hal-hal tertentu. Contohnya, aku melarang anak-anakku untuk bermain dengan si D, E dan F, karena ucapan dan tingkah laku mereka sudah tidak bisa ditolerir. Daripada aku menyesal, lebih baik aku menghindari anak-anak dari pengaruh buruk.
Memang tidak mudah jadi orang tua. Harus memiliki stok sabar yang sangat banyak dan kontrol emosi yang akurat.
Jangan menyerah wahaaai para Emak. Kita wajib menjaga anak-anak dalam tumbuh kembangnya tanpa membatasi dunianya.
Salam dari Emak yang lagi galau karena kepala anaknya benjol.
No comments:
Post a Comment