Thursday, September 28, 2017

Facebook, Wadah Berjejaring atau Bersaing?

Pengguna internet di Indonesia tahun 2016 saja menyentuh angka 132,7 juta (sumber : Liputan6.com).

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam surveynya mengungkap ada tiga media sosial yang paling banyak dikunjungi, yaitu Facebook (FB), Instagram (IG) dan Youtube. Menurut survei tersebut, FB berada di urutan pertama sebagai media sosial yang paling banyak dikunjungi pengguna internet Indonesia, dengan jumlah 71,6 juta pengguna (54%).

FB mengalami banyak perubahan, baik dari fitur maupun tujuan penggunaannya. Awal pembentukannya, FB bertujuan untuk menghubungkan kembali relasi antar pengguna. Seiring dengan perkembangannya, facebook juga merupakan magnet bagi pencari peluang di dunia maya.

Yang tadinya untuk berjejaring sekarang jadi bersaing. Karena apa? Untuk merebut perhatian dari pengunjung lainnya.

Banyak penyelenggara pelatihan bisnis online yang menjadikan Facebook sebagai ujung tombak pemasaran. Bukan hanya menghubungkan kembali teman lama yang tak terkoneksi tetapi juga menambahkan banyak kenalan baru yang masuk dalam kategori sasaran atau Target Market. Sayangnya, paham ini menjadikan beranda (hampir) setiap pengguna berisi iklan dari apa yang mereka jual.

Aku pun (dulu) melakukan hal serupa. Menambah banyak pertemanan dengan maksud agar semakin banyak orang yang tahu apa yang aku jual. Sedangkan aku merasa jengah melihat banyaknya gambar atau tulisan yang langsung membidik yang bersliweran di time lineku.

Akhirnya aku tersadar untuk mengembalikan fungsi Facebook seperti semula, yaitu berjejaring. Menjadikannya sebagai alat, sah saja. Tetapi lebih bijak dalam memanfaatkannya akan memberikan dampak yang jauh lebih baik. Sekarang sudah mulai banyak yang menerapkannya. Tidak lagi melakukan Hard selling tapi sebagian besar sudah beralih dengan soft selling dan berbagai turunannya.

Facebook kembali pada kodratnya, yaitu untuk berbagi, baik pikiran, perasaan atau kejadian. Hal itu jelas tergambar pada saat kita membuka aplikasi FB, hal yang pertama ditanyakan adalah what's on your mind atau "apa yang kau pikirkan", terkadang menanyakan "Mau berbagi sesuatu?"

Dengan melihat kalimat itu, bukankah seharusnya kita jadi tersadarkan untuk berbagi (Sharing) bukan untuk (selalu) menjual (selling). Boleh saja berjualan tapi ingat prinsip 3S, Sharing..Sharing..Selling.

Yuk! Jadikan facebook sebagai tempat berjejaring dan berinteraksi dengan semua orang yang masuk dalam daftar pertemanan di dalamnya.

Friday, September 8, 2017

Puskesmas Dulu dan Kini

Cuaca belakangan ini bisa dibilang extreme, panas terik ditambah angin besar bikin bergidik, tidak jarang membuat tubuh merespon negatif. Kondisi tubuh yang kurang fit dan cuaca yang tidak menentu adalah kondisi sempurna sebagai pintu gerbang berbagai penyakit.

Singkat cerita, dua jagoan cilik akhirnya tumbang. Dede lebih dulu terserang bapil alias batuk pilek disertai demam. Hari ketiga demamnya hilang namun ia muntah berkali-kali, terutama saat menangis. Nah, di malam ketiga Kakak jatuh sakit. Ia demam tinggi sampai menggigil.

Melihat duo krucil dalam kondisi payah, ibu mana yang bisa tahan. Hari itu juga aku dan suami membawa dua anak kami ke Puskesmas. Yah, Puskesmas yang terkenal dengan biaya murahnya bahkan tanpa berbayar jika menggunakan kartu BPJS.

Bukan karena masalah biaya aku membawa mereka berobat ke Puskesmas Kecamatan, tetapi karena kedua putraku cocok dengan obat-obatan yang diberikan. Ngomong-ngomong soal Puskesmas, siapa yang masih enggan untuk berkunjung? Wah, banyak ya! Apa alasannya untuk tidak mengunjungi balai pengobatan yang disediakan pemerintah ini? Pelayanan? Nah, berarti Ibu sudah sangat lama tidak ke Puskesmas.

Tahukah Ibu, bahwa wajah Puskesmas dulu dan sekarang sudah berbeda. Selain tempatnya yang jauh lebih moderen, fasilitasnya pun semakin lengkap. Sebut saja laboratorium untuk memeriksa darah dan urin, juga mesin X-Ray dan USG.

Tentang antrean pasien juga sudah jauh lebih nyaman dan profesional. Dulu, untuk melakukan pendaftaran, pasien harus menunggu lama. Antre untuk didata, nunggu pencarian data (jika sudah pernah berobat) dan semua dilakukan secara manual. Untuk sekali kunjungan, bisa menghabiskan waktu seharian. Sekarang, meskipun banyak pasien yang mengantre berobat, tetap terasa nyaman. Ada mesin nomor antrean untuk setiap poli yang dituju (jadi tidak perlu khawatir kehabisan nomor antrean), sistem perekaman data pasien yang sudah komputerisasi dan saling terintegrasi antara bagian-bagian terkait, jauh lebih efisien dalam menangani antrean pasien.

Berikut ini alur pendaftaran pasien hingga menerima obat :
1. Pasien mengambil nomor antrean sesuai dengan poli yang dituju.
2. Bagi pasien lama, serahkan nomor antrean dan kartu berobat atau kartu BPJS kesehatan untuk didaftarkan (bagi pasien baru, akan dibuatkan terlebih dahulu database untuk memudahkan perekaman data), bagi pemilik kartu BPJS, tidak dikenakan biaya namun yang tidak memilikinya, harus membayar biaya retribusi sebesar 2000 rupiah.
3. Pasien menuju poli yang telah didaftarkan.
4. Pasien menuju apotek untuk menerima obat.

Sekarang ini, kebanyakan resep tidak lagi ditulis  menggunakan kertas, tetapi langsung melalui sistem. Jadi pasien tinggal menuju apotek dengan menunjukkan kartu berobat atau kartu BPJS dan nomor antrean.

Meskipun demikian, sebagai pasien, Ibu juga berhak meminta informasi kepada dokter yang memberikan resep, tentang obat apa saja yang diberikan. Hal itu bertujuan untuk memeriksa kelengkapan obat yang diberikan.

Becermin pada pengalaman lalu saat memeriksakan kedua anakku. Sang dokter menginformasikan bahwa ia meresepkan empat jenis obat untuk si Adik, tapi obat diberikan hanya tiga jenis. Lalu aku mengkonfirmasikan kembali kepada sang dokter dan beliau memberikan resep manual untuk apoteker dan aku menerima kekurangan obatnya.

Bu, jangan risau dan galau untuk berobat ke balai pengobatan terdekat, karena Puskesmas sekarang bukan seperti Puskesmas yang dulu.